Perkuat Kolaborasi Pusat-Daerah untuk Percepat Transisi Energi Berkeadilan

Sita Mellia Penulis

21 Januari 2025

total-read

4

4 Menit membaca

Perkuat Kolaborasi Pusat-Daerah untuk Percepat Transisi Energi Berkeadilan

Presiden Prabowo Subianto berulang kali menyatakan komitmennya untuk mendorong transisi energi sekaligus mengakhiri operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam 15 tahun ke depan. Sejumlah daerah pun menyatakan kesanggupannya untuk melakukan transisi energi terbarukan. 

Meski demikian, pelaksanaan komitmen di daerah masih menemui sejumlah tantangan—salah satunya di Sulawesi Tengah. Kepala Bidang Infrastruktur Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulawesi Tengah, Subhan Basir, mengatakan wilayahnya memiliki beragam potensi energi bersih seperti tenaga air, biomassa, bayu, dan surya yang sangat memadai. Sayangnya, kontribusi energi bersih di Sulawesi Tengah masih sekitar 17% dari bauran energi mereka.

Hal ini terjadi karena sebagian besar urusan pengadaan energi merupakan kewenangan pemerintah pusat. ”Kami pemerintah daerah justru ingin pemerintah pusat lebih memberikan banyak intervensi di daerah,” ujar Subhan dalam seminar publik bertema Membangun Sinergi Pusat-Daerah dalam Mengakselerasi Pemanfaatan Energi Terbarukan dan Mineral yang Adil di Jakarta pada Kamis (9/1/25). Seminar yang diadakan Yayasan Indonesia Cerah bersama Kementerian Dalam Negeri dan Ford Foundation ini untuk mendiskusikan peluang dan tantangan transisi energi berkeadilan bersama para perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan media. 

Persoalan kewenangan juga menyulitkan pemerintah Sulawesi Tengah mendapatkan data dari industri tentang kapasitas energi yang mereka manfaatkan di fasilitas pengolahan mineral (smelter) mereka. Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi dengan cadangan nikel terbesar di Indonesia.

Keterbatasan kewenangan dalam menerapkan transisi energi juga dialami provinsi Jawa Barat. Perencana Ahli Muda Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat, Shita Andriyani, mengatakan bahwa yang bisa dilakukan pemerintah provinsi sejauh ini hanyalah proyek energi bersih berskala kecil sampai menengah. 

Shita mendorong sinergi antarpihak dalam mengatasi tantangan transisi energi. “Provinsi ini masih memiliki tantangan besar karena ketergantungannya terhadap energi fosil. Dari sisi sosial, kesiapan Jawa Barat dalam bertransisi energi masih dalam status sedang, yakni di angka 55,19%,” ujar Shita, mengutip data dari Laporan Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Abdul Gafur, Pelaksana Harian Direktur Organisasi Kemasyarakatan Direktorat Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, menyampaikan bahwa provinsi seperti Sulawesi Tengah tidak bisa dipandang sebagai daerah penghasil mineral kritis saja, tetapi juga penting untuk mendengarkan perspektif warga lokal dan tokoh masyarakatnya. Pemerintah pusat menjahit persoalan-persoalan yang dialami berbagai pihak sebagai bekal membina kepala daerah di seluruh Indonesia. 

Koordinator Bidang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas, Dedi Rustandi, menegaskan bahwa Perencanaan secara nasional tidak lepas dari target-target di daerah. Oleh karena itu, Dedi menekankan pentingnya sinergi pusat dan daerah. 

“Untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan transisi energi di wilayah provinsi, Bappenas akan menyiapkan Surat Edaran Bersama sebagai penentuan target serta pertemuan berkala dengan pemerintah daerah untuk memantau progress dan tantangan transisi energi di lapangan,” jelas Dedi.

Ia menampilkan contoh hasil sinergi transisi energi berkeadilan di Kota Sawahlunto, Sumatra Barat, yang bertransisi dari pusat penambangan batu bara menjadi Kota Wisata Tambang Budaya. Berkat komitmen dan sinergi pemerintah daerah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Pariwisata, sejak penutupan tambang di tahun 2001, tingkat kemiskinan warga Sawahlunto justru menurun.

Egi Suargi, Climate Manager World Resources Indonesia (WRI) menjelaskan bahwa tantangan lainnya dalam bersinergi ialah tidak adanya standar ESG (environmental, social, and governance) yang baku untuk perusahaan dalam rangka melaksanakan penambangan yang berkeadilan. “Kami bersama WRI saat ini tengah melakukan studi terkait sinkronisasi standar global yang membantu perusahaan melakukan penambangan yang adil dan berkelanjutan dengan peraturan yang ada di Indonesia,” ujar Egi.

Aspek lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah gap pemberitaan narasi energi yang saat ini lebih banyak disampaikan oleh media-media nasional, khususnya media ekonomi. “Pemberitaan oleh media di daerah masih sedikit dan terlalu berfokus ke aspek ekonomi sehingga mengabaikan sisi sosial dan lingkungan. Ini membuat minimnya pengetahuan transisi energi di daerah dan memicu banyak mispersepsi,” ujar Robby Irfany Maqoma, Editor Lingkungan The Conversation Indonesia.

Maryati Abdullah, Program Officer Ford Foundation, memandang transisi energi sebagai isu prioritas dan selaras dengan nilai-nilai Ford Foundation, yang memiliki misi keadilan sosial dan mengurangi ketimpangan. Menurut dia, narasi tersebut penting untuk melahirkan persepsi publik yang mampu mengurangi kesenjangan dalam mengatasi krisis iklim. 

“Sinergi dalam bertransisi energi untuk penting untuk lebih memperhatikan masyarakat terdampak yakni kelompok rentan, khususnya terhadap masyarakat adat dan perempuan,” tutup Maryati.

Editor: Robby Irfany Maqoma

#energi-terbarukan#plts#pltu-captive#transisi-energi

Populer

Terbaru