Cek Fakta: Kendaraan Listrik Minim Emisi tapi Sumber Energi dari PLTU

Michelle Clysia • Penulis

28 Januari 2024

total-read

19

• 3 Menit membaca

Cek Fakta: Kendaraan Listrik Minim Emisi tapi Sumber Energi dari PLTU

Solusi pemerintah terhadap permasalahan polusi udara di Jakarta belum sepenuhnya diterima oleh warga internet (warganet/netizen) Indonesia. Terutama, mengenai penggunaan kendaraan listrik sebagai jalan keluar atau solusi untuk mengatasi polusi udara.

Hasil kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan jika 70,8 persen warganet menilai permasalahan polusi udara diakibatkan karena aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), bukan dampak dari polusi kendaraan. 

Untuk diketahui, saat ini terdapat 16 PLTU yang beroperasi aktif yang berjarak 100 kilometer (km) pusat kota Jakarta, yakni Monas.

Data Analyst Continuum INDEF, Maisie Sagita mengatakan, hasil kajian itu mengacu analisis tren dari 44.268 perbincangan (tweet) di media sosial X–sebelumnya Twitter–sejak 31 Juli 2023 hingga 20 Agustus 2023.

Masih dari kajian itu, disebutkan bahwa 92,1 persen warganet menyatakan ketidaksetujuan jika penggunaan kendaraan listrik menjadi solusi untuk permasalahan polusi udara. 

Menurut mereka, solusi itu justru menambah masalah baru. Pasalnya, konsumsi energi kendaraan listrik diklaim masih dipasok dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan baku batu bara.

Hal itu cukup mendasar. Sebagai contoh, dari perhitungan Perusahaan Listrik Negara (PLN). kebutuhan daya untuk dua juta mobil listrik bisa mencapai 1.000 megawatt (WM) atau setara dengan satu PLTU skala besar.

“Lagi-lagi yang disorot mengenai penggunaan kendaraan listrik justru PLTU makin mengebul. Publik juga bertanya, kenapa kesannya pemerintah jadi menjual kendaraan listrik terus. Pergantian ke kendaraan listrik tidak ada efeknya apabila pembangkit listrik tetap menggunakan batu bara yang menghasilkan polutan,” kata Maisie dikutip Liputan6, Senin 4 September 2023.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin membenarkan bahwa emisi karbon dari kendaraan listrik hanya berpindah ke PLTU batu bara.

“Masalah pengurangan emisi, banyak yang nanya benar nggak sih (penggunaan kendaraan listrik) mengurangi emisi? Karena mobil listrik ini emisi (karbon)-nya nggak ada, tapi pindah nggak ke PLTU? Betul pindah, tapi lebih sedikit,” ujar Rachmat dikutip CNBC,  Senin 4 September 2023.

Rachmat merincikan, emisi karbon satu liter bensin yang digunakan untuk menempuh jarak tertentu lebih besar dibandingkan dengan konsumsi listrik yang dihasilkan dari PLTU untuk jarak yang sama.

Jadi, emisi karbon yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan polusi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar minyak (BBM).

“Perbedaan besarnya terletak pada emisi yang dihasilkan. Hitungannya, satu liter bensin jika dibakar akan mengeluarkan 2,3 kg CO2. Sedangkan pada mobil listrik yang diasumsikan menggunakan energi 100 persen dari PLTU hanya akan menghasilkan emisi sebanyak 1,2 kg CO2. Why? Karena tadi, combustion engine itu tidak terlalu efisien,” tambahnya.

Terpisah, Juru Kampanye Polusi dan Urban Walhi Nasional, Abdul Ghofar mengatakan, dorongan penggunaan mobil listrik oleh pemerintah sebagai hal yang “nyambung nggak nyambung”.

“Elektrifikasi kendaraan memang harus kita akui di hilirnya, untuk moda transportasinya, memang rendah emisi. Tapi dari mana listrik yang digunakan untuk charging? Mayoritas ya dari PLTU yang di sekitar Jakarta, ada sekitar belasan PLTU di Jawa Barat sama Banten,” kata Ghofar dikutip BBC Senin, 4 September 2023

Menurut Ghofar, kendaraan listrik memang  tidak menghasilkan emisi, namun energi yang digunakan untuk menggerakan motor kendaraan listrik menghasilkan emisi karbon. Sedangkan emisi yang dihasilkan berasal dari batu bara, yang mana lebih tinggi dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan melalui bahan bakar minyak (BBM). 

Pandangan berbeda disampaikan Analis Teknologi Penyimpanan Energi dan Materi Baterai Institute for Essential Services Reform (IESR), His Muhammad Bintang. Ia menjelaskan jika dekarbonisasi transportasi darat dengan meningkatkan penggunaan kendaraan listrik menjadi agenda utama memenuhi target nol bersih emisi (Net Zero Emission/NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.
Hal itu dikarenakan, emisi dari sektor transportasi di Tanah Air pada tahun 2020 mencapai 30 persen dari total emisi karbon. Parahnya lagi, emisi karbon tersebut tertinggi berasal dari transportasi darat yang mencapai 88 persen.