Energi Surya Digadang-Gadang Menjadi Masa Depan EBT Indonesia
Michelle Clysia • Penulis
22 Januari 2024
30
• 3 Menit membaca

Indonesia merupakan negara ketiga di Asia Tenggara setelah Vietnam dan Malaysia yang banyak memproduksi energi terbarukan sebagai sumber energi nasional. Seperti hydropower (tenaga air), biofuel, biomass, energi tenaga surya, energi tenaga angin, nuklir, and geothermal (panas bumi).
Saat ini Indonesia tengah fokus pada pemanfaatan tenaga surya yaitu solar power plant (SPP) atau panel surya. Kontribusi pemanfaatannya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan PLTS atap bisa mencapai 50 persen atau hampir 207.8 GW.
Besarnya potensi energi surya yang ada membuat Indonesia memilih energi terbarukan ini untuk dikembangkan. Apalagi letaknya memiliki keistimewaan, karena berada tepat di garis khatulistiwa dengan intensitas matahari yang stabil.
Penelitian Minc-Quan Dang menunjukan, temperatur rata-rata di daerah pantai Indonesia bisa mencapai 28 °C. Sedangkan di daerah pegunungan yang lebih tinggi yakni 50 meter sampai 200 meter di atas permukaan laut mencapai suhu 23 °C.
Kestabilan radiasi matahari membuat tenaga surya bisa menjadi sumber energi yang dapat diandalkan. Pemanfaatan tenaga surya juga bisa memberikan akses energi di daerah-daerah yang masih sulit terjangkau oleh PLN.
Dalam penelitian Ian Kurniawan dkk berjudul, “Indonesia Renewable Energy Outlook : What To Expect From The Future Renewable The Future Renewable Energy of Indonesia, a Brief Review” mengatakan, upaya pemerintah untuk mengembangkan tenaga surya adalah keputusan yang tepat di masa transisi energi. Karena sumber energi surya bisa diandalkan sebagai energi terbarukan.
Apalagi Indonesia merupakan negara tropis yang banyak menghasilkan intensitas sinar matahari. Potensi tersebut dan dalam setahun bisa mencapai 3.200 GW.
Berdasarkan penelitian Izef.A.Kurniawan berjudul “Analisa Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Sebagai pemanfaatan Lahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton”, angka rata-rata nilai radiasi matahari harian didapatkan dari 18 lokasi di Tanah Air sekitar 4 kWh/m2.
Lokasi yang dimaksud adalah Aceh, Sumatera, Riau, Bengkulu, Kalimantan, Gorontalo, Sulawesi, Bali dan Papua. Kemudian terbagi lagi berdasarkan penyebarannya, antara barat dan timur. Wilayah barat memiliki radiasi 4,5 kWh/m2/hari dan untuk Timur sebesar 5,1 kWh/m2/hari.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengklaim sampai tahun 2022, realisasi pemasangan PLTS baru mencapai angka 271,6 MW. Tidak heran jika dalam Rancangan Utama Energi Nasional (RUEN) target utamanya adalah menggembangkan panel surya di tahun 2050. Sebab potensi energi surya yang melimpah dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan.
Namun dari segi harga, pemanfaatan tenaga surya menggunakan panel surya masih dianggap mahal dengan hitungan per kiloWatts hour (kWH). Lantaran harga investasi awal panel surya terbilang tinggi.
Pada tahun 2022, Forbes menulis rincian harga untuk berinvestasi pada panel surya, investor harus mengeluarkan $ 15,000-25,000 untuk mendapatkan daya 4-7 kW. Mahalnya harga investasi untuk sebuah panel surya dikarenakan bahan-bahan yang digunakan masih diimpor dan belum hasil produksi negara sendiri. Walau begitu, ketahanan penggunaannya terbilang lama, bisa sampai 25 tahun.
Saat ini, proses pengembangan panel surya masih cukup stabil setiap tahunnya. Menurut Zona EBT, pada tahun 2021 ada 3.484 pengguna panel surya di sektor perumahan. Sedangkan IESR mencatat 331 pengguna komersial, 264 pengguna dari sosial, 138 pengguna dari pemerintah, dan 41 penggunaan dari industri.
Asalkan ada kebijakan dan peraturan yang jelas untuk mengatur harga pajak penjualan, kompensasi atau keuntungan maka harga yang ada bisa dipertahankan. Saat ini harga sebuah panel surya berada di kisaran Rp 20 juta – Rp 110 juta. Harga ini tergantung pada jenis dan Watt atau kWh yang akan digunakan.
Dalam laporan Indonesia Solar Energy Outlook 2023 oleh IESR, menyatakan bahwa tenaga surya memiliki peranan yang penting untuk dekarbonisasi di Indonesia. Seperti yang sudah ditargetkan pada tahun 2060 atau lebih cepat pada 2050. Sebab IESR memprediksi bakal ada peningkatan sampai 88 persen dari kapasitas daya terpasang di Indonesia pada tahun 2050 yang menggunakan energi surya.