Kisah Pasangan Suami Istri yang Berhasil Sulap Tinja Sapi jadi Sumber Energi
Michelle Clysia • Penulis
17 Agustus 2023
6
• 2 Menit membaca

Sepasang suami istri petani sawit di Desa Mukti Sari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau , Sudarman dan Suramti berkesempatan mengikuti sekolah pertanian yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar.
Setelah pulang sekolah, mereka langsung membeli dua sapi yang lama kelamaan beranak pinak menjadi 17 ekor sapi.
Sudarman kini memiliki rutinitas baru setelah bertani. Ia harus menimba 70–80 kilogram (kg) kotoran sapi dari kandang untuk dimasukkan ke dalam inlet. Wadah tersebut menjadi tempat mengaduk tinja sapi menggunakan tangkai besi putar di tengahnya.
Setelah masuk, kotoran sapi diolah dan dicampur dengan air dengan takaran satu banding satu selama lima menit.
Makin lembut bentuk kotoran, proses fermentasi akan makin bagus. Jika masih banyak gumpalan, kualitas dan kuantitas (gas) metana yang dihasilkan akan berkurang.
Sesudah menjadi bubur, kotoran dialirkan melalui lubang kecil bawah inlet ke biodigester. Bentuknya seperti sumur yang mempunyai kedalaman dua meter dengan ukuran keliling sekitar tiga meter.
Daya tampung ruang tanah itu mampu menyimpan delapan kubik kotoran sapi. Di dalam ruangan tersebut terjadi proses pembusukan tanpa udara mulai dari 7–15 hari untuk menghasilkan metana.
Metana secara otomatis muncul dari inlet dan biodigester yang berjarak sekitar satu meter dari pipa-pipa berukuran empat inci dalam tanah dengan kemiringan 60 derajat yang saling terhubung ke rumah warga. Termasuk salah satunya terhubung ke kompor di dapur rumah Suramti yang tertanam lebih dari 15 sentimeter (cm) dalam tanah.
Biasanya, di atas biodigester akan ditambahkan kubah kecil untuk mengontrol aliran gas yang dilengkapi keran buka tutup pada pipa utama. Keran tersebut berfungsi sebagai antisipasi perawatan instalasi agar lebih awet digunakan karena warga cenderung lupa menutup sehingga pipa selalu terbuka dan mengalir terus-menerus.
Supervisor Yayasan Rumah Energi (YRE), Irpan menyatakan, kondisi cuaca ikut memengaruhi kualitas dan kuantitas metana. Perannya krusial karena menentukan rentang waktu peragian kotoran sapi untuk menghasilkan biogas.
“Kalau suhu terlalu dingin, proses bisa lebih lama dibandingkan suhu rata-rata di atas 23 derajat Celcius dan kalau di musim hujan, proses (peragian) akan memakan waktu hingga satu bulan,” katanya sebagaimana dikutip Mongabay, Rabu (16/08/2023).
Irpan menyebutkan, mengacu hasil produksi selama ini, sebanyak delapan kubik kotoran sapi yang difermentasi dalam biodigester mampu memproduksi 2,4 kubik gas metana.
“Perhitungan itu setara 80 kg pasokan kotoran sapi yang diaduk dengan 80 liter air mampu menghasilkan nol koma sekian metana,” akunya.