Peran PLTA dalam Energi Bersih Sebagai Kontribusi Terhadap Keberlanjutan Lingkungan
Novaeny Wulandari • Penulis
12 Maret 2024
3
• 4 Menit membaca

Sejarah panjang telah membuktikan bahwa aliran sungai dapat menghasilkan energi yang bermanfaat. Sudah berabad-abad lamanya manusia menggunakan tenaga air untuk berbagai keperluan, mulai dari menggiling biji-bijian hingga menghasilkan listrik untuk memenuhi kebutuhan modern seperti menerangi bangunan, pabrik, dan kendaraan bertenaga listrik.
Sejarah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dimulai ribuan tahun yang lalu, ketika manusia pertama kali menggunakan air untuk melakukan pekerjaan. Yunani kuno menggunakan roda air untuk menggiling gandum menjadi tepung lebih dari 2.000 tahun yang lalu, sementara Mesir menggunakan sekrup air Archimedes untuk irigasi pada abad ke-3 SM.
Evolusi turbin PLTA modern dimulai pada pertengahan abad ke-18 ketika seorang insinyur Prancis, bernama Bernard Forest de Bélidor, menulis buku terobosan Architecture Hydraulique.
Kemudian pada tahun 1880, seseorang menggunakan sebuah dinamo yang didorong oleh turbin air untuk menerangi sebuah teater dan toko dengan busur cahaya di Grand Rapids, Michigan. Setahun kemudian, pada tahun 1881, orang-orang menggunakan dinamo yang terhubung ke turbin di sebuah pabrik tepung untuk menyediakan penerangan jalan di Niagara Falls, New York. Penting untuk dicatat bahwa kedua penggunaan dinamo dan turbin ini menggunakan teknologi arus searah.
Energi yang terkandung dalam air yang bergerak berasal dari gravitasi dan merupakan bagian dari siklus air di Bumi. Tanaman menyerap air atau air menguap dari permukaan bumi untuk memulai proses ini. Uap air ini kemudian membentuk awan, dan ketika mencapai suhu yang lebih dingin, awan tersebut akan mengembun dan akhirnya turun sebagai hujan atau salju.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) memanfaatkan energi dalam air yang mengalir dengan menggunakan turbin. Ketika air mengalir melalui turbin, baling-baling tersebut berputar dan menggerakkan generator yang mengubah energi mekanik menjadi listrik.
Ada beberapa jenis utama PLTA, yakni:
Run-of-the-River: Jenis PLTA ini memanfaatkan aliran sungai tanpa perlu ditahan terlebih dahulu di dalam bendungan. Lebih hemat biaya dibandingkan dengan PLTA yang menggunakan bendungan, yang memerlukan investasi besar untuk pembangunan bendungan sebagai waduk penampung air. Contoh PLTA tipe run-of-river adalah PLTA Rajamandala. Terletak di Desa Cihea, Kecamatan Haurwargi, Kabupaten Cianjur, PLTA ini memiliki kapasitas 47 MW. PLTA Rajamandala menggunakan aliran air dari PLTA Saguling untuk menghasilkan listrik.
PLTA dengan Dam: Jenis PLTA ini mengandung dan menyimpan air di dalam bendungan, yang kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Keunggulan dari PLTA ini adalah ketika musim kemarau tiba, pasokan air tetap terjamin karena telah disimpan di dalam bendungan. Salah satu PLTA yang menggunakan bendungan adalah PLTA Saguling. Dengan kapasitas 700,72 MW, PLTA ini menahan aliran air Sungai Citarum di Waduk Saguling.
PLTA dengan pumped storage: Jenis PLTA ini berbeda dalam sistem operasinya dibandingkan dengan PLTA run of river atau PLTA dengan bendungan. Pada periode beban puncak, biasanya dari pukul 17.00 hingga 22.00, listrik dihasilkan dengan cara mengalirkan air dari reservoir atas ke reservoir bawah. Di luar periode beban puncak, air dipompa dari reservoir bawah ke reservoir atas menggunakan energi dari sistem jaringan listrik Jawa Bali. Dengan sistem operasi ini, PLTA dapat mengurangi ketergantungannya pada debit sungai dan perubahan musim. Contoh PLTA dengan sistem penyimpanan pompa adalah PLTA Cisokan yang direncanakan akan diresmikan pada tahun 2025.
Meskipun PLTA menjadi sumber energi yang dapat diperbaharui, tantangan tetap ada. Perubahan iklim dapat mempengaruhi jumlah air yang tersedia. Selain itu meskipun memberikan banyak manfaat, penggunaan air melalui pembangunan bendungan memiliki dampak lain, seperti potensi gangguan terhadap keseimbangan ekosistem sungai atau danau.
Proses pembangunannya memerlukan investasi besar baik dari segi biaya maupun waktu, sementara kerusakan yang terjadi pada bendungan dapat mengakibatkan risiko kecelakaan dan kerugian signifikan lainnya. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan aspek lingkungan dan keselamatan guna memastikan pemanfaatan bendungan dapat dilakukan dengan efektif dan aman.
Namun, PLTA tetap berperan penting dalam menyokong energi bersih di Indonesia. Energi dari PLTA dapat mengisi kekosongan produksi listrik dari sumber energi lain, seperti tenaga angin dan matahari, serta berperan dalam mengurangi emisi karbon yang menyebabkan perubahan iklim.