Perlunya Transisi Industri di Indonesia untuk Transisi Energi yang Berkeadilan

Novaeny Wulandari Penulis

10 Maret 2024

total-read

9

3 Menit membaca

Perlunya Transisi Industri di Indonesia untuk Transisi Energi yang Berkeadilan

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting dalam mendukung transisi energi yang berkelanjutan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, kebijakan-kebijakan telah diterapkan. Misalnya peningkatan penggunaan energi terbarukan, penutupan dini pembangkit listrik tenaga batubara, dan mendorong elektrifikasi kendaraan. Komitmen ini sejalan dengan janji-janji yang telah dibuat dalam Nationally Determined Contribution (NDC)Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR), dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) Indonesia Emas 2025-2045.

Namun transisi energi bukan hanya tentang perubahan dalam sektor energi semata, tetapi juga memerlukan transformasi dalam industri secara keseluruhan. Transisi industri mengacu pada perubahan dari industri yang menurun (declining industry) menuju industri yang berkembang (emerging industry), yang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan ekonomi di tingkat regional atau nasional. Faktor-faktor seperti perkembangan teknologi, globalisasi, dan tuntutan perekonomian yang netral iklim mendorong perlunya transisi industri untuk menghindari ketinggalan.

Di Indonesia, beberapa daerah masih sangat bergantung pada industri yang menurun, seperti pertambangan batubara. Contohnya Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, di mana sektor pertambangan batubara memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produk domestik regional bruto. Sebesar 53 persen dan 30 persen  di tahun 2022.

Selain itu, industri manufaktur di Indonesia masih menunjukkan tingkat intensitas karbon yang tinggi. Data dari Climate Watch dan World Bank menunjukkan bahwa intensitas emisi industri manufaktur Indonesia jauh lebih tinggi, mencapai 1.05 kg/US$ 2015, jauh melebihi Singapura (0.62), Jepang (0.59), Amerika Serikat (0.69) dan negara-negara Uni Eropa (0.43).

Masih banyak tantangan dalam transisi industri. Tantangan-tantangan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa area kunci, termasuk teknologi, model investasi dan pembiayaan, pengembangan keterampilan, dan tata kelola.

Salah satu tantangan utama dalam transisi energi industri adalah ketersediaan teknologi energi terbarukan yang matang. Misalnya, teknologi penyimpanan energi atau baterai masih dalam tahap pengembangan yang belum sepenuhnya matang.

Selain itu, tantangan lain terkait dengan model investasi dan pembiayaan. Transisi industri membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur, peralatan baru, dan peningkatan teknologi. Pemerintah perlu memainkan peran dalam menyediakan infrastruktur penopang seperti jaringan listrik yang andal. Namun hal ini dapat memberatkan anggaran publik. Sedangkan dari sisi perusahaan, investasi dalam peralatan baru dan peningkatan teknologi dapat memberatkan keuangan perusahaan karena dianggap belum menguntungkan secara ekonomi dalam jangka pendek.

Belajar Transisi Industri Dari Negara Lain
Transisi industri bukanlah hal baru dalam sejarah. Beberapa contoh dari berbagai negara, seperti Ruhr di Jerman, beberapa kota berbasis sumber daya alam di China, Australia, dan Norwegia.  Negara-negara tersebut telah memberikan inspirasi dalam menghadapi perubahan menuju industri yang lebih berkelanjutan. Serta, di Indonesia kita memiliki kota Sawahlunto di Sumatera Barat. 

Transisi wilayah Ruhr di Jerman, dari zona pertambangan batubara menjadi ekonomi berbasis pengetahuan.  Kota ini memiliki berbagai sektor jasa yang berkembang dan universitas. Karena universitas-universitas terkemuka di Ruhr yang telah berdiri selama 60-80 tahun inilah, menjadi contoh sukses transisi energi rendah karbon yang adil dan berkelanjutan.

Negara lainnya yakni China. Berdasarkan Penelitian tentang Implementasi Rencana Pembangunan Berkelanjutan Kota Berbasis Sumber Daya Nasional, China, pada periode 2013-2020, China menjadi eksperimen alami yang menarik untuk memahami transformasi industri di kota-kota berbasis sumber daya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa implementasi rencana tersebut dapat signifikan mengurangi proporsi industri sekunder dalam produk domestik bruto (PDB) di kota-kota berbasis sumber daya. Selain itu, rencana tersebut juga mendorong pengembangan sektor industri tersier dan memfasilitasi peningkatan struktur industri di kota-kota berbasis sumber daya tersebut.

Populer

Terbaru