Penyiapan Pendidikan dan SDM untuk Akselerasi EBT di Indonesia

Novaeny Wulandari Penulis

25 Januari 2024

total-read

7

5 Menit membaca

Penyiapan Pendidikan dan SDM untuk Akselerasi EBT di Indonesia

Pembahasan transisi energi makin ramai menjadi bahan pembicaraan segala kalangan. Hal itu seiring dengan target pemerintah untuk nol emisi bersih (Net Zero Emissions/NZE) tahun 2026 atau lebih cepat.

Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mendorong kalangan kampus untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu dukungan untuk gerakan transisi energi dalam negeri.

Contohnya Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dijalankan bersama PT Perusahaan Listrik Nasional (PLN). Program yang menggandeng 16 universitas di Indonesia itu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengikuti magang di berbagai lini bisnis perusahaan berplat merah itu.

Adapun, keenam belas kampus tersebut sebagai berikut:

  1. Universitas Indonesia (UI) Depok
  2. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
  3. Universitas Andalas Padang
  4. Universitas Brawijaya Malang
  5. Universitas Diponegoro Semarang
  6. Universitas Hasanuddin Makassar
  7. Universitas Negeri Surabaya
  8. Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPN) Yogyakarta
  9. Universitas Udayana Bali
  10. IPB University Bogor
  11. Institut Teknologi Bandung
  12. Universitas Airlangga Surabaya
  13. Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
  14. Universitas Negeri Medan
  15. Universitas Padjadjaran Bandung
  16. Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Selain program tersebut, Kemendikbud Ristek berkolaborasi dengan Renewable Energy Skills Development (RESD). RESD merupakan hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Swiss untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten di bidang perancangan, desain, pembangunan dan pemasangan, inspeksi dan commissioning, supervisi, pengoperasian dan pemeliharaan sejumlah pembangkit listrik berbasiskan energi baru terbarukan (EBT). Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan Pembangkit Listrik Hibrida Surya Diesel.

Program RESD berlangsung selama 5 tahun, sejak tahun 2020–2025. Kegiatan tersebut melibatkan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang dijalankan oleh The Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO) melalui GFA Consulting Group dan Kementerian ESDM sebagai pemangku proyek, bersama kementerian/lembaga strategis lain. Seperti Ditjen Vokasi Kemendikbud Ristek, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sebelum adanya inisiatif tersebut, sejumlah kampus diketahui sudah memiliki jurusan khusus mengenai EBT. Misalnya di Universitas Prasetya Mulya dan Politeknik Negeri yang sama-sama memiliki jurusan Teknik Energi Terbarukan. Kemudian di Jember Institut Teknologi PLN yang memiliki fakultas ketenagalistrikan dan energi terbarukan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, pengembangan EBT di Indonesia harus bisa sejalan dengan kemajuan pendidikan sehingga dapat memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, dukungan dari sisi pendidikan soal EBT kepada generasi muda dapat membantu mengenalkan energi bersih tersebut, baik secara praktis atau teoritis. Termasuk, menyiapkan SDM yang mumpuni yang siap terjun di sektor EBT.

“Ini akan menjadi modal utama kita. Indonesia punya semua potensi EBT. Surya jelas ada, panas bumi juga stabil, ada air laut, angin, maupun bioenergi juga besar. Ini memerlukan pengelolaan yang baik, tidak hanya pemahaman saja. Sehingga menjadi masa depan (energi) bersama untuk Indonesia,” katanya.

Praktisi pendidikan, Gita Wirjawan menyebutkan, pendidikan yang berkualitas mampu menjawab berbagai persoalan, termasuk di sektor energi. Ia melihat, untuk mengakselerasi pemanfaatan EBT, selain pendidik dan pengambil kebijakan publik juga perlu penekanan dari sisi industrialis.

“Perusahaan- perusahaan mobil listrik di Amerika dan China sudah menginisiasikan paradigma baru bahwa produk yang mereka hasilkan tidak hanya lebih efisien dan keren (kualitas), tapi juga long lasting,” ujarnya.

Berkaca dari negara lain, jurusan energi terbarukan sudah banyak dibuka. Di antaranya di Amerika Serikat, Denmark, Jerman, Inggris, dan Swiss. Rata-rata negara tersebut sudah lama mendorong penggunaan EBT dalam industri atau kehidupan sehari-hari.

Co Founder Microsoft, Bill Gates mengatakan, jurusan EBT makin banyak diminati bukan hanya karena trending, melainkan dapat memberikan dampak positif untuk masa depan. 

Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) menyebutkan, pekerjaan di bidang EBT di seluruh dunia mencapai 12,7 juta pada tahun 2021. Jumlah itu meningkat 700 ribu dalam waktu satu tahun, meskipun saat itu dampak COVID-19 dan krisis energi masih terjadi. 

Senada, dari laporan Renewable Energy and Jobs: Annual Review 2022, pasar domestik memberi pengaruh yang besar dalam membuka lapangan kerja di bidang EBT. Sebagai contoh energi surya yang bertumbuh pesat. Pada tahun 2021, sektor itu mampu menyediakan 4,3 juta lapangan kerja. Jumlahnya lebih dari sepertiga tenaga kerja di Dunia di bidang EBT.

Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera menjelaskan, kalau lapangan kerja di bidang energi terbarukan terbukti menjadi mesin penciptaan lapangan kerja yang andal.

“Saran saya kepada pemerintah di seluruh dunia adalah menerapkan kebijakan industri yang mendorong perluasan lapangan kerja energi terbarukan yang layak di dalam negeri. Memacu rantai nilai domestik tidak hanya akan menciptakan peluang bisnis dan lapangan kerja baru bagi masyarakat dan komunitas lokal. Hal ini juga meningkatkan keandalan rantai pasokan dan berkontribusi terhadap keamanan energi secara keseluruhan.” kata Francesco La Camera, seperti dikutip dalam Press Release ILO, Selasa 10 Oktober 2023

Berdasarkan laporan IRENA, target ambisius untuk menciptakan nol emisi pada 2030 mendorong lonjakan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di bidang EBT. Jumlah pekerjaan di sektor energi bisa meningkat menjadi 139 juta, termasuk lebih dari 74 juta di bidang efisiensi energi, kendaraan listrik, sistem tenaga/fleksibilitas, dan hidrogen.

Di Indonesia, pekerjaan di sektor energi terbarukan diperkirakan akan terus meningkat seiring gerakan transisi energi di dalam negeri. Pertumbuhannya pada tahun 2022 sebanyak 0,63 juta kesempatan kerja. 

Dari laporan Institute for Essential Services Reform (IESR), jumlah tersebut akan meningkat mencapai 0,74 juta pada tahun 2030 dan terus bertambah hingga tahun 2050 dengan perkiraan 1,07 juta kesempatan kerja yang terbuka. 

Secara umum, masih dari laporan yang sama, sektor bioenergi dan teknologi dari energi surya masih mendominasi lapangan pekerjaan tersebut di Indonesia.

Populer

Terbaru