Konsep Green Building: Upaya Menekan Emisi Karbon di Sektor Bangunan
Michelle Clysia • Penulis
22 Januari 2024
11
• 3 Menit membaca

Bangunan menjadi salah satu penghasil emisi karbon terbesar menurut The Economist. Emisi karbon tersebut berasal dari penggunaan semen yang menyumbang 8 persen emisi gas rumah kaca (GRK) setiap tahunnya.
Ketua Green Building Council Indonesia (GBCI), Iwan Prijanto mengaku prihatin dengan angka emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas pembangunan setiap tahun.
Oleh karena itu, ia menyebutkan jika konsep green building dibutuhkan untuk menekan emisi karbon yang terus meningkat.
Menurut GBCI, konsep green building tidak hanya dengan menghijaukan ruangan melainkan seluruh aspek harus diperhatikan. Mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasioan hingga operasional pemeliharaannya.
World Green Building Council melansir, pemanfaatan green building bisa membantu mengurangi jumlah emisi karbon dari alat pendingin, lampu, dan power building .
Iwan berpendapat untuk membuat green building juga harus memperhatikan aspek passive dan active design. Keseluruhan aspek tersebut melindungi dan mengurangi penggunaan sumber daya alam serta mampu menjaga kualitas udara di ruangan.
Konsep passive design merupakan sebuah ide desain yang meminimalisir penggunaan energi lewat desain arsitektur yang menyesuaikan dengan iklim lokal dan kondisi lahan, namun tetap memberikan kenyamanan.
Sedangkan active design adalah desain arsitektur yang memadukan bangunan dengan teknologi energi terbarukan, seperti PLTS atap.
“Perlu diterapkan passive design dan active design untuk mereduksi keluaran karbon yang makin besar dari sektor residensial dan itu menjadi tanggung jawab kita bersama. Sejarah bangunan kita mulai dari vernacular hingga kolonial itu “berdialog” dengan alam. Di era modern, konsep itu terputus karena bangunan yang menggunakan AC,” ujarnya dikutip Rumah.com, Selasa, 21 November 2023.
Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Luh Nyoman Puspa Dewi mengatakan, konsep green building memberikan banyak keuntungan. Salah satunya adalah menurunkan konsumsi listrik dan menggantinya dengan sumber energi seperti energi terbarukan yang dianggap lebih efisien.
Waste4change merilis, bangunan menyumbang hampir 40 persen CO2 dari jumlah energi Global. Salah satunya yang disebabkan oleh penggunaan lampu yang bukan LED.
Sebagai contoh, penggunaan lampu pijar di sebuah gedung membutuhkan 40 watt untuk menghasilkan intensitas cahaya sebanyak 450 lumen (lm). Dengan keluaran yang sama, lampu LED hanya mengkonsumsi daya sebesar 5 watt.
Sejumlah bangunan di Indonesia telah menerapkan konsep green building, di antaranya sebagai berikut:
- Sequis Center yang merupakan gedung perkantoran yang dibangun tahun 1980 ini telah direnovasi untuk menjadi hemat energi dan berhasil menghemat listrik dan air 28 persen dari sebelumnya.
- Gedung pencakar langit Menara BCA menjadi salah satu green building yang mendapatkan sertifikasi bangunan hijau terbaik karena menerapkan metode efisien untuk menghemat penggunaan air dan energi listrik.
- Gedung Utama Kementerian Pekerjaan Umum menjadi salah satu gedung resmi milik pemerintah pertama yang menerapkan lampu otomatis, sistem daur ulang air, hingga penggunaan jendela berukuran besar supaya cahaya matahari bisa masuk secara alami.
- Mall Pacific Place menjadi salah satu pusat perbelanjaan besar pertama yang menerapkan sistem daur ulang air, penghematan listrik dengan menggunakan lampu LED dan pemasangan sensor lampu, bahkan penanaman berbagai tanaman untuk menciptakan suasana hijau
- Gedung 30 lantai Alamanda Tower juga menggunakan sistem pengolahan dan daur ulang air, sistem ventilasi dan pencahayaan yang alami dan bahkan bisa mengurangi masuknya paparan sinar ultraviolet ke dalam gedung.
Konsep green building berperan yang penting dalam masa transisi energi yang saat ini tengah dilakukan Indonesia untuk mencapai target nol bersih emisi (net zero emission/NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.