Mempersoalkan Efektivitas Program JETP untuk Transisi Energi di Indonesia
Novaeny Wulandari • Penulis
27 Januari 2024
2
• 2 Menit membaca

Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mempertanyakan efektivitas pendanaan Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership/ JETP) di Indonesia.
Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira menganggap, masih banyak ruang yang perlu perbaikan dari dokumen investasi JETP.
“Kemudian yang kedua kalau porsi hibahnya masih sangat kecil, kelihatanya akan susah program JETP tersebut bisa direalisasikan di Indonesia,” katanya seperti dilaporkan Katadata.co.id, Selasa, 15 Agustus 2023.
Bhima mencontohkan program JETP di Afrika Selatan yang efektivitasnya cukup rendah. Salah satunya karena jangka waktu pinjaman yang panjang sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk merealisasikannya.
Afrika Selatan menjadi penerima pertama pendanaan JETP sebesar US$8,5 miliar. Pendanaan tersebut melalui berbagai mekanisme. Di antaranya adalah mekanisme hibah, pinjaman lunak, investasi, dan instrumen berbagi risiko.
Bagi Bhima, program JETP yang sudah berjalan di Indonesia masih berkutat pada masalah teknis semata. Padahal, besaran angka kebutuhan transisi di kalangan masyarakat atau komunitas juga perlu dihitung ulang agar program JETP berjalan efektif dan efisien.
Secara nominal, ia menyebutkan jika skema pendanaan JETP yang diterima indonesia sedikit, yaitu US$20 miliar atau sekitar Rp310 triliun. Dengan jumlah pendanaan tersebut, transisi energi di Indonesia hanya bisa menyasar pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan saja.
Maka, Bhima menilai jika program JETP hanya berfokus pada satu sektor saja, yaitu kelistrikan. Padahal, terdapat beberapa sektor yang perlu mendapat perhatian untuk menekan emisi karbon mengejar target nol emisi bersih (Net Zero Emission/ NZE) tahun 2060 atau lebih cepat. Antara lain sektor industri, transportasi, energi, dan perumahan (residensial).
Untuk diketahui, JETP merupakan mekanisme kerja sama pembiayaan untuk mendorong transisi energi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Pembiayaan tersebut diberikan oleh negara maju dan organisasi internasional supaya negara berkembang bisa mempercepat peralihan dari energi fosil ke energi baru terbarukan.
Inisiatif JETP pertama kali diluncurkan pada tahun 2021 saat Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-26 di Glasgow, Skotlandia (Conference of the Parties/ COP).
Saat itu, pemerintah Inggris, Amerika Serikat (AS), Prancis, Jerman, dan Uni Eropa berkomitmen memberi pembiayaan JETP untuk transisi energi pertama kali di Dunia kepada Afrika Selatan senilai $8,5 miliar.
Kemudian pada 2022, komitmen pembiayaan JETP diberikan kepada Indonesia dengan nilai total $20 miliar. Komitmen tersebut dilakukan saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun 2022 di Bali, 15–16 November 2022.
Di tahun yang sama, Vietnam ikut menerima komitmen serupa dengan nilai $15,5 miliar.
Pembiayaan JETP tidak cuma-cuma alias gratis. Mekanismenya sebagian berupa dana hibah dan sebagian lagi pinjaman dengan bunga dan persyaratan tertentu.
Populer

Modal Kuat Indonesia Pensiun Dini PLTU Batu Bara, kecuali Kemauan Politik
3

Mengenal Blended Finance untuk Mempercepat Transisi Energi Indonesia
5

Membayangkan Rp193 Triliun Korupsi Pertamina untuk Dana Transisi Energi
2

Ambisi Presiden Prabowo Manfaatkan Nuklir, Benarkah Jadi Energi Paling Bersih?
2
Terbaru