Potensi dan Peluang Mineral Kritis Mendukung Transisi Energi
Michelle Clysia • Penulis
30 Januari 2024
2
• 3 Menit membaca

Indonesia memiliki potensi sumber daya mineral kritis yang melimpah. Paling tidak terdapat 47 komoditas tambang yang dikelompokkan sebagai mineral kritis. Di antaranya Aluminium, Kobal, Litium, Silika, Zirkonium, Thorium.
Selain itu, ada Silikon dan Tembaga yang menjadi bahan baku untuk membuat industri panel surya.
Seperti diketahui, mineral kritis (critical raw materials) merupakan kelompok mineral masa depan yang bisa digunakan untuk mengakselerasi inovasi teknologi berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Sehingga, mineral-mineral tersebut berpeluang untuk mendorong percepatan transisi energi.
Melihat potensi tersebut, pemerintah membuat regulasi yang secara khusus mengatur penggunaan mineral kritis. Salah satunya melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Keberadaan beleid tersebut diklaim mampu mendorong pemenuhan target penurunan emisi nol bersih (Net Zero Emission/NZE) pada tahun 2026 atau lebih cepat.
Deputi Transportasi dan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin mengatakan, pihaknya tengah mengatur strategi untuk menstimulasi penggunaan komoditas tambang mineral pada proyek pendukung transisi energi. Hal itu dilakukan untuk mencapai target NZE.
Baginya, tidak serta merta semua sektor industri langsung dapat digantikan dengan EBT. Satu di antaranya bisa dilakukan dengan memanfaatkan mineral kritis.
“Di Indonesia ini punya strategic advantage dalam isu (transisi energi) ini di dunia. Saya kasih contoh, kalau kita bikin listrik tanpa karbon caranya lewat solar panel dari silika atau dari perputaran elektromagnetik, dinamo. Jadi untuk membuat itu pasti butuh mineral yang jauh lebih banyak dibanding fosil,” kata Rahmat seperti dikutip CNBC, 23 Agustus 2023.
Peneliti Pusat Riset Teknologi Pertambangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Triswan Suseno menjelaskan, mineral kritis menjadi komoditas yang dibutuhkan seiring dengan perkembangan zaman. Termasuk tuntutan dalam mengakses energi bersih dan kebutuhan untuk industri kendaraan listrik dalam rangka gawe besar transisi energi.
Ia memandang, mineral kritis menjadi komoditas yang bernilai tinggi karena sulit ditemukan, diekstraksi dalam jumlah yang ekonomis. Lebih dari itu, tidak mudah tergantikan dengan logam atau bahan lain.
“Dari karakteristiknya yang vital dan tingginya nilai mineral kritis, kebutuhan terhadap komoditas tersebut berpotensi meningkat secara signifikan,” ujarnya.
International Energy Agency (IEA) dalam laporan Critical Minerals Market Review 2023 menyebutkan, keterjangkauan dan kecepatan transisi energi sebuah negara dipengaruhi ketersediaan pasokan mineral kritis.
Dari laporan itu diketahui, volume permintaan Silikon untuk panel surya secara Global tembus hingga 756 ton pada tahun 2022. Sementara itu, permintaan Tembaga di sektor industri energi baru terbarukan (EBT) masih berada di kisaran 681 ribu ton.
Selain untuk pengembangan EBT, komoditas mineral kritis yang beragam banyak digunakan untuk industri lain. Sebagai contoh untuk bahan baku pembangkit listrik tenaga angin, kendaraan listrik, dan baterai penyimpanan dari sumber EBT.